This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Irfan Dahlan & Ahmadiyah: Klarifikasi Keluarga Dahlan

Berikut ni klarifikasi keluarga KH Ahmad Dahlan tentang hubungan antara Irfan Dahlan dan Ahmadiyah (Lahore). Klarifikasi ni disampaikan oleh Dian Purnamasari Zuhair (cucu Irfan Dahlan).

KH. A. Dahlan wafat tahun 1923, dan eyang Djumhan (Nama Irfan itu setelah di Thailand) lahir pd tahun 1912. Artinya, pd waktu KHA Dahlan wafat, eyang Irfan baru berumur 11 tahun. Saya tak tahu bagaimana perkembangan Ahmadiyah di Jawa. Tapi yg pasti tak ada Ahmadiyah di Thailand dan eyang Djumhan adlh korban.

Saya sebenarnya enggan mengulang cerita untk mengklarifikasi dari banyak versi tentang nama-nama keturunan KHA Dahlan yg dicatut oleh Ahmadiyah sebagai bahan iklan mereka, yg itu sebenarnya tak benar. Hmmm... saya harus mulai dari mana ya? Karena saya kan sudah pernah posting sekitar Oktober tahun lalu.

Ahmadiyah mencatut nama-nama keturunan KHA Dahlan sebagai bahan propaganda, padahal tak benar. Bahkan di Belanda hal ni jg dibahas oleh seorang penulis Belanda yg bukunya pernah saya dan uncle Winai baca. Beberapa kali saya pernah sounding mengenai hal ni ke keluarga besar di Bangkok, reaksi mereka sih santai saja, karena toh semua versi yg tercatat di luaran itu tak ada satu pun yg benar. Bahkan Muhammadiyah di Thailand sedang mereka urus ijin-ijinnya.

Lagipula penting sebagai catatan bahwa semua organisasi berbasis agama mana pun adlh dilarang di Thailand, termasuk organisasi berbasis agama budha yg agama mereka sendiri. Hanya satu-satunya Muhammadiyah yg Insya Allah segera turun ijinnya dari raja untk berdiri di Songkhla (Thailand Selatan). Ini jg karena faktor kedekatan Dahlan Family di Bangkok dgn keluarga kerajaan, dimana uncle Winai Dahlan adlh sebagai salah satu dari penasehat raja dan bersahabat dgn putra mahkota.

Versi Buya Hamka yg mencatat bahwa eyang Djumhan (yang saat itu sudah berganti nama dgn Irfan) berada di Pattani untk menyebarkan ajaran Ahmadiyah, adlh salah besar. Yang benar adalah, eyang Djumhan muda ketika berusia 12 tahun jalan 13 tahun (1925) dan cakap berbahasa hingga 8 bahasa asing, DIKIRIM oleh pengurus Muhammadiyah ke Lahore untk belajar di sana, bersama 10 orang santri. Di waktu itu Muhammadiyah belum memahami betul mengenai apa dan bagaimana Ahmadiyah.

Eyang Djumhan kecil yg hanya tahu bahwa dia hanya dikirim oleh PP Muhammadiyah dan ditugaskan untk belajar, maka belajar dgn sungguh-sungguh hingga lulus 6 tahun kemudian. Sementara 10 santri lainnya belum lulus.

Ketika tersiar berita bahwa Majlis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa Ahmadiyah sesat, maka 10 santri yg belum lulus ditarik pulang, kecuali eyang Djumhan yg sudah lulus. Djumhan muda, 19 tahun, yatim, jenius, terlunta-lunta di negeri orang. Di negeri sendiri ditolak karena dituding sebagai Ahmadiyah, di Lahore jg bukan siapa-siapa. Ahmadiyah tak mau tahu karena bagi mereka Djumhan muda adlh orang Muhammadiyah.

Alkisah ada seorang dokter specialis penyakit dlm yg seorang muslim datang dari Pattani ke Lahore untk menghadiri sebuah kongres. Dokter yg baik hati itu terkesan dgn Djumhan yg memperkenalkan diri dgn nama "Irfan" yg saat itu bekerja sebagai pelayan restoran. Dokter itu lalu menawari Djumhan untk menjadi asistennya karena dia tak punya anak, dan menetap di Pattani. Djumhan/Irfan yg sebatangkara tentu saja menerima tawaran tsb dan ikut bersama dokter itu ke Pattani. Sejak itu jadilah Irfan menjadi asistennya (baca : pembantu). Selama tinggal bersama keluarga dokter tsb, Irfan jg diajari beberapa ilmu pengobatan. Irfan yg jenius dgn mudah mempelajarinya. Dokter tsb terkesan dgn kejeniusan asistennya ini, dan kemudian mengirim Irfan ke Bangkok untk belajar ke Universitas Chulalongkorn dgn biaya kuliah dari dokter itu.

Berbekal surat pengantar dari Dokter untk temannya yg di Chulalongkorn, baju seadanya dan 2 lembar sarung, Irfan berangkat ke Bangkok. Karena tak punya banyak uang, maka Irfan menginap di Masjid Kampung Jawa di distrik Sathorn di Bangkok.

Baru sampai di Kampung Jawa, tersiar berita bahwa dokter yg sedianya akan membiayai Irfan kuliah di Chulalongkorn wafat mendadak. Irfan pun terkatung-katung di masjid Kampung Jawa.

Kehalusan budi pekerti, kesalehan, dan ketampanan Irfan rupanya membuat Imam (Ajengan) Masjid Kampung Jawa terkesan. Irfan yg miskin, yatim, dan sebatangkara itu pun diambilnya menjadi menantu. Irfan pd akhirnya memang batal kuliah di Chulalongkorn, tapi teman dari dokter yg mengirim dia memberinya pekerjaan di Universitas di bagian administrasi.

Irfan TIDAK PERNAH bercerita tentang siapa dia dan siapa ayahnya kepada anak2nya di Thailand. Mereka hanya tahu ayah mereka orang Indonesia. Mengapa? Karena hidup mereka sangat miskin dan Irfan tak mau anak2nya minder mengetahui bahwa mereka berasal dari keturunan yg seperti apa tapi hidup melarat seperti apa.

Mana bukti Ahmadiyah mengakui Irfan / bahkan mengutusnya? Tidak ada! Jika memang mereka betul mengutusnya, pasti kehidupan Irfan tak akan sesengsara itu.

Anak-anak Irfan baru mengetahui jati diri ayahnya ketika tahun 1961 Bung Karno memberikan rumah kepada keluarga besar KHA Dahlan. Irfan sebagai satu-satunya anak laki-laki KH A Dahlan yg masih hidup pun diminta pulang untk acara serah terima rumah tsb. Berbekal uang hasil berhutang sana sini, Irfan pun pulang ke Indonesia.

Irfan kembali ke Thailand hanya dgn membawa perangko dan foto-foto KHA Dahlan, dan menghadapi kenyataan bahwa dia terbelit hutang. Irfan meninggal dunia dlm perjalanan pulang kerja karena serangan jantung akibat memikirkan beban hutangnya yg banyak sementara 10 orang anaknya masih membutuhkan biaya. Jenazah Irfan diketemukan orang di jalan dan dibawa ke RS. Lazimnya di Thailand, jenazah orang yg tak dikenal dan masih segar akan segera diambil organ-organ tubuhnya yg masih baik untk donor. Dan seperti itulah nasib jenazah eyang Irfan. Keluarga baru mengetahui satu hari setelahnya, tapi beberapa organ dlm tubuh eyang sudah tak ada.

Sekarang, mana tanggung jawab PP Muhammadiyah yg MENGIRIMKAN Djumhan muda ke Lahore? Tidak ada. Bahkan Djumhan diterlantarkan. Mana bukti Ahmadiyah mengutus Djumhan ke Thailand untk berdakwah? Tidak ada! Bahkan Djumhan dilempar begitu saja di jalanan setelah Muhammadiyah memutuskan Ahmadiyah sesat. Dan siapa Djumhan Dahlan alias Irfan Dahlan? Dia adlh anak muda yg jenius yg menjadi seekor kancil yg mati terinjak 2 gajah yg sedang berseteru...

Kini, setelah Muhammadiyah mulai berpengaruh di dunia, setelah putra Irfan Dahlan menjadi tokoh dunia (versi buku 1000 tokoh muslim paling berpengaruh di dunia), baru Ahmadiyah kebakaran jenggot bikin buku dan menulis blog yg mencatut nama orang yg dulu mereka buang.

Memang pernah ada sekali tokoh Ahmadiyah datang ke Bangkok beberapa waktu sebelum eyang wafat dan bertamu ke rumah eyang. Tapi bukan karena mereka sepaham, tapi hanya sekedar seorang tuan rumah yg kedatangan tamu. Mereka berfoto dan ternyata kemudian foto itu dijadikan alat propaganda oleh Ahmadiyah.

Uncle Winai jg pernah didatangi oleh tokoh Ahmadiyah ketika beliau menghadiri kongres halal di Lahore beberapa tahun lalu. Tokoh tsb berusaha menegaskan bahwa eyang Irfan adlh orang Ahmadiyah, tapi uncle Winai tetap bersikeras bahwa ayahnya adlh Muhammadiyah, beliau jg Muhammadiyah, dan keluarganya adlh Muhammadiyah. Syahadat mereka jg syahadat tain.. Ilmu-ilmu agama yg diajarkan oleh Irfan kepada anak2nya jg ilmu yg didapat dari ayahnya, KHA Dahlan.. Anak2 Irfan tak tahu siapa Mirza Ghulam Ahmad karena memang Irfan tak pernah mengajarkan. Mereka baru tahu lama setelah Irfan wafat. Dan yg jelas tak ada Ahmadiyah dan pengikutnya di Thailand.

Masjid Kampung Jawa adlh Masjid Islam yg sifatnya masih umum. Bukan Muhammadiyah, bukan NU, bukan Wahabi, bukan mana-mana. Hanya "Islam". Tapi nafas yg ditaburkan oleh Irfan sebagai menantu Imam Besar adlh nafas Muhammadiyah.

Di Belanda jg ada tulisan bahwa cucu KHA Dahlan, Wahban Hilal, yg adlh putra pertama dari pasangan Haji Muhammad Hilal dgn putri pertama KHA Dahlan, Johannah Dahlan, jg disebut sebagai anggota Ahmadiyah sejak 1974.

Itu sama sekali tak benar. Uncle Wahban bermukim di Belanda sejak kuliah hingga wafatnya. Menikah dgn wanita Belanda di Belanda. Sama sekali tak punya hubungan apa-apa dgn Ahmadiyah.

Memang di tahun 1974, uncle berangkat umroh dan kembali sambil melancong dan silaturahmi ke keluarga. Kunjungan pertama setelah dari Jeddah yaitu ke Lahore, lalu ke Indonesia (Jakarta, Yogya), lalu ke Singapore, kemudian ke Thailand, kembali ke Singapore dan kembali ke Belanda. Kemungkinan seperti kasus uncle Winai yg didatangi tokoh Ahmadiyah. Memang hanya bertemu saja, tak ada istilah dibaiat / sebagainya. Tapi hal ni dipropagandakan oleh Ahmadiyah.

From: https:/www.facebook.com/groups/warga.muhammadiyah/permalink/10152157499097796/?comment_id=10152158312042796&offset=0&total_comments=25&notif_t=group_activity

source : http://muhammadiyahstudies.blogspot.com, http://lintas.me, http://instagram.com



0 Response to "Irfan Dahlan & Ahmadiyah: Klarifikasi Keluarga Dahlan"

Posting Komentar

Contact

Nama

Email *

Pesan *