This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Renungan] Jadikan Ikhlas sebagai Karakter dalam Beramal


gbne.blogspot.com - Tak jarang orang mengatakan Aku ikhlas menjalani ni saat beramal maupun bermuamallah dgn orang lain. Dalam mengucapkan terasa sangat mudah, tapi sebaliknya, sulit dilaksanakan. Ikhlas mengandung arti meniadakan segala penyakit hati; riya, syirik, munafik dan takabur, dlm beribadah. Dalam ungkapan Aku beribadah semata-mata menggapai ridha Allah Ta’ala, setidaknya terdapat tiga pengertian yg sangat pokok dlm memenuhi kewajiban sebagai hamba. 1. Niat yg lurus karena Allah (shalih al-niyyat)
2. Adanya interkoneksi secara menyeluruh dgn tata cara yg telah dituntunkan (shalih al-kaifiyyat)
3. Tujuan pertama dan paling diutamakan untk mencari ridha Allah Ta’ala (shalih al-ghayat) Dikisahkan, terdapat suatu desa yg jauh dari keramaian kota. Seorang lelaki berjalan menyusuri lorong kecil di pinggir desa yg sangat sejuk dan matahari sedang mengintip penduduk alam semesta yg akan mengawali hidup dgn berbagai aktivitas. Ia berjalan seorang diri dgn perasaan gelisah, gundah, tak tentu arah, dan rasa putus asa telah merasuk dlm hatinya. Ia sedang memikirkan kondisi finansial keluarga yg sudah di ujung tanduk. Tak terasa, kakinya terantuk batu di jalanan sepi, dan dilihatnya ternyata ada sebuah benda. Kemudian, ia membungkukkan badan seraya menggerutu pelan. Benda apa ini, Oh, ternyata sekeping koin kuno yg sudah penyok. Kemudian ia membawanya ke sebuah Bank. Hendaknya kamu bawa koin ni ke kolektor saja, saran Teller. Lelaki itu segera menuju rumah kolektor dan beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dolar. Lalu ia pulang dgn hati riang dan langsung menuju toko perkakas. Ia melihat beberapa lembar kayu bermutu dan dibelinya seharga 30 dolar. Kayu tersebut akan dibuat lemari untk dihadiahkan kepada sang istri. Setelahnya, ia segera beranjak pulang. Ia melewati tempat pembuatan mebel. Tukang Kayu di tempat itu melihat sangat jeli dan sudah terlatih dgn kayu bermutu yg dipanggul lelaki itu. Kemudian, ia menawarkan lemari seharga 100 dollar untk dibarter dgn kayu bermutu. Lelaki pun setuju dan meminjam gerobak pemilik bengkel untk membawa pulang lemari itu. Pada saat ia melewati perumahan di pinggir kota, terdapat seorang wanita melihat lemari yg indah dan elok itu. Wanita itu menawar seharga 200 dollar. Namun, lelaki itu tampak ragu sehingga sang wanita menaikkan tawarannya seharga 250 dolar. Lelaki itu pun setuju. Lalu ia pulang melewati jalanan yg sepi di tepi desa. Sesampainya di persimpanagan depan rumah, ia merogoh sakunya dan menghitungnya untk memastikan lembaran uang senilai 250 dolar. Tiba-tiba, dua perampok datang sambil mengacungkan belati seraya merampas uang itu. Setelah mendapatkan uangnya, mereka kabur meninggalkan lelaki. Kebetulan, sang istri melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, Apa yg terjadi, wahai suamiku? Engkau dlm keadaan baik-baik saja, kan? Apa yg dilakukan perampok terhadap dirimu? Oh, tak apa-apa. Saya masih dlm keadaan baik. Alhamdulillah. Itu hanya sekeping koin penyok yg kutemukan tadi pagi dekat bebatuan. Jawab sang suami dgn lemah lembut dan sangat tegar. Dalam hatinya sudah terpatri karakter ikhlas yg membekas. Tidak gegabah dlm dalam menghadapi masalah. Ia tabah menjawab pertanyaan sang istri ketika kondisi finansial sedang diuji oleh Allah Ta’ala. Sebuah pengorbanan suami di saat roda kehidupan berada di bawah, keikhlasan dan kesabaran amat dibutuhkan dan dipadukan dgn ketakwaan. Sepatutnya kita mensyukuri segala yg telah Allah Ta’ala berikan. Jangan terlalu tenggelam dlm kesenangan dan kesedihan. Karena kita datang dan pergi meninggalkan dunia, tak membawa satu pun, hanya amallah yg menemani kelak. Sebenarnya, apa yg kita miliki di dunia ini? Apakah kita bisa membayar oksigen yg kita hirup sehari-hari? Sungguh, segala yg kita miliki tak akan pernah abadi. Saat kehilangan sesuatu, ingatlah bahwa sesungguhnya kita tak memilikinya selamanya. Jadi kehilangan tidaklah menyakitkan karena hanya sebuah tipu daya pikiran dgn keakuan. Janganlah berbangga tatkala nikmat tergenggam erat, tapi sedih tatkala nikmat tak melekat. Berharap banyak kepada sang Pencipta, bukan terlalu mengharapkan kepada yg diciptakan-Nya. Wallahu A’lam. http://bersamadakwah.net

source : http://stackoverflow.com, http://docstoc.com



0 Response to "[Renungan] Jadikan Ikhlas sebagai Karakter dalam Beramal"

Posting Komentar

Contact

Nama

Email *

Pesan *