Puji Allah,
Terima-kasih Presiden
Tadi pagi saya mengalami kejadian yg betul-betul menjungkir-balikkan pemikiran saya selama
ini. Ketika saya SMA, saya membaca cerpen oleh Kafka yg mendongeng tentang bagaimana seorang individu tak berdaya dihadapan sebuah birokrasi. Bahkan, kemudian saya meyakini kebenaran istilah PKI yaitu kapitalisme birokrat yg saya pahami sebagai kolusi elite penguasa dan
pengusaha dlm menindas rakyat dan buruh.
Bahkan, belakangan, ketika kapitalisme telah membuana, maka saya pun menganggap bahwa penguasa dunia sebenarnya adlh para pengusaha besar multinasional dan pemerintah negara-negara
kebangsaan hanya berfungsi sebagai centeng / satpam mereka. Memang pandangan itu ekstrim,
tapi bisa menerangkan banyak keganjilan ketidak adilan di dunia politik ekonomi pd tingkat
nasional maupun internasional.
Walaupun pandangan saya tentang dunia ni sangat pesimistik, tapi pandangan saya tentang Yang
Maha Pencipta sangatlah optimistik. Saya percaya bahwa ditengah dunia yg serba pincang itu
Tuhan selalu melindungi dan menganugerahi hambaNya yg berjalan di JALAN nya menuju Dia dgn cara beramal baik sesuai dgn kehendakNya. Alhamdulillah kepercayaan saya ni mendapat pembuktian nyata dlm kehidupan saya sehari-hari sampai sekarang.
Saya, ketika menjadi pegawai negeri / jadi bagian dari birokrasi pendidikan negeri, menyekolahkan anak-anak saya di sekolah dan universitas negeri mendapatkan kenyataan bahwa kedua anak saya berhasil lulus sebagai sarjana dgn pujian, walaupun bukan yg terbaik, dari
kampusnya. Kedua anak saya pun kemudian bekerja di swasta dgn gaji berlipat dari gaji saya
sebagai pegawai negeri.
Saya sendiri, walaupun ketika pensiun gaji terakhir saya menembus satu juta per bulan yg
ternyata sama dgn honor anak saya sebulan ketika bekerja membantu proyek dosennya, masih
bisa kemudian hidup sebulan bersama istri saya dari uang pensiun saya tanpa harus disubsidi
olehnya yg jg telah berhenti bekerja dari pegawai swasta karena usia telah senja. Dan saya
pun beruntung dpt menikmati layanan kesehatan dari puskesmas secara cuma-cuma sebagai bagian
dari elit pensiunan pegawai negeri.
Walaupun begitu, ketika puskesmas menyarankan saya untk diperiksa ke rumah sakit askes, saya
agak terkejut karena masih harus membayar uang pendaftaran yg saya rasa agak terlalu mahal,
karena rumah sakit itu adlh rumah sakit Islam swasta. Tapi saya harus bersyukur pd Allah,
meskipun ternyata saya sakit jantung yg diharuskan memakan lima macam obat sampai akhir
hayat, saya masih mendapatkan obat-obatan itu secara cuma-cuma diberi oleh pemerintah.
Hari ini, saya mengalami sesuatu yg luar biasa. Mulai tadi pagi, saya tak perlu membayar
sepeserpun kepada rumah sakit swasta tempat saya kontrol tiap bulannya akan kondisi kesehatan
jantung saya. Hal yg luar biasa sekali, karena ternyata kemudahan itu bukan hanya terjadi
pada diri saya sebagai bagian elite mantan pegawai negeri yg disayangi pemerintah, tetapi
juga pd banyak sekali rakyat miskin Indonesia yg kini dijamin biaya kesehatannya oleh
pemerintah melalui BPJS kesehatan RI.
Kenyataan itulah yg telah meluruskan pandangan saya tentang birokrasi pemerintahan negara-
negara kebangsaan. Soalnya, apa yg saya alami sekarang ni sebenarnya sama dgn apa yg
dialami oleh anak dan cucu-cucu saya ketika tinggal di negara kapitalis kesejahteraan Inggris.
Jadi, kini saya percaya pd eksistensi birokrasi negara sebagai sarana bangsa untk menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu saya sekarang percaya bahwa birokrasi negara adlh jemariNya untk menyejahterakan hambaNya. Makanya, saya ucapkan puji pd Allah swt dan terima kasih pd presiden sebagai puncak dari birokrasi pemerintahan RI, salah satu jariNya.
Terima-kasih Presiden
Tadi pagi saya mengalami kejadian yg betul-betul menjungkir-balikkan pemikiran saya selama
ini. Ketika saya SMA, saya membaca cerpen oleh Kafka yg mendongeng tentang bagaimana seorang individu tak berdaya dihadapan sebuah birokrasi. Bahkan, kemudian saya meyakini kebenaran istilah PKI yaitu kapitalisme birokrat yg saya pahami sebagai kolusi elite penguasa dan
pengusaha dlm menindas rakyat dan buruh.
Bahkan, belakangan, ketika kapitalisme telah membuana, maka saya pun menganggap bahwa penguasa dunia sebenarnya adlh para pengusaha besar multinasional dan pemerintah negara-negara
kebangsaan hanya berfungsi sebagai centeng / satpam mereka. Memang pandangan itu ekstrim,
tapi bisa menerangkan banyak keganjilan ketidak adilan di dunia politik ekonomi pd tingkat
nasional maupun internasional.
Walaupun pandangan saya tentang dunia ni sangat pesimistik, tapi pandangan saya tentang Yang
Maha Pencipta sangatlah optimistik. Saya percaya bahwa ditengah dunia yg serba pincang itu
Tuhan selalu melindungi dan menganugerahi hambaNya yg berjalan di JALAN nya menuju Dia dgn cara beramal baik sesuai dgn kehendakNya. Alhamdulillah kepercayaan saya ni mendapat pembuktian nyata dlm kehidupan saya sehari-hari sampai sekarang.
Saya, ketika menjadi pegawai negeri / jadi bagian dari birokrasi pendidikan negeri, menyekolahkan anak-anak saya di sekolah dan universitas negeri mendapatkan kenyataan bahwa kedua anak saya berhasil lulus sebagai sarjana dgn pujian, walaupun bukan yg terbaik, dari
kampusnya. Kedua anak saya pun kemudian bekerja di swasta dgn gaji berlipat dari gaji saya
sebagai pegawai negeri.
Saya sendiri, walaupun ketika pensiun gaji terakhir saya menembus satu juta per bulan yg
ternyata sama dgn honor anak saya sebulan ketika bekerja membantu proyek dosennya, masih
bisa kemudian hidup sebulan bersama istri saya dari uang pensiun saya tanpa harus disubsidi
olehnya yg jg telah berhenti bekerja dari pegawai swasta karena usia telah senja. Dan saya
pun beruntung dpt menikmati layanan kesehatan dari puskesmas secara cuma-cuma sebagai bagian
dari elit pensiunan pegawai negeri.
Walaupun begitu, ketika puskesmas menyarankan saya untk diperiksa ke rumah sakit askes, saya
agak terkejut karena masih harus membayar uang pendaftaran yg saya rasa agak terlalu mahal,
karena rumah sakit itu adlh rumah sakit Islam swasta. Tapi saya harus bersyukur pd Allah,
meskipun ternyata saya sakit jantung yg diharuskan memakan lima macam obat sampai akhir
hayat, saya masih mendapatkan obat-obatan itu secara cuma-cuma diberi oleh pemerintah.
Hari ini, saya mengalami sesuatu yg luar biasa. Mulai tadi pagi, saya tak perlu membayar
sepeserpun kepada rumah sakit swasta tempat saya kontrol tiap bulannya akan kondisi kesehatan
jantung saya. Hal yg luar biasa sekali, karena ternyata kemudahan itu bukan hanya terjadi
pada diri saya sebagai bagian elite mantan pegawai negeri yg disayangi pemerintah, tetapi
juga pd banyak sekali rakyat miskin Indonesia yg kini dijamin biaya kesehatannya oleh
pemerintah melalui BPJS kesehatan RI.
Kenyataan itulah yg telah meluruskan pandangan saya tentang birokrasi pemerintahan negara-
negara kebangsaan. Soalnya, apa yg saya alami sekarang ni sebenarnya sama dgn apa yg
dialami oleh anak dan cucu-cucu saya ketika tinggal di negara kapitalis kesejahteraan Inggris.
Jadi, kini saya percaya pd eksistensi birokrasi negara sebagai sarana bangsa untk menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu saya sekarang percaya bahwa birokrasi negara adlh jemariNya untk menyejahterakan hambaNya. Makanya, saya ucapkan puji pd Allah swt dan terima kasih pd presiden sebagai puncak dari birokrasi pemerintahan RI, salah satu jariNya.
source : http://log.viva.co.id, http://integralist.blogspot.com, http://merdeka.com
0 Response to "Puji Allah, Terima-kasih Presiden"
Posting Komentar