gbne.blogspot.com - Pandangan Hukum Agama seputar Bisnis dan Proses Akad pindah tangan hewan kucing perlu di cermati. Pada perkembangan globalisasi saat ni anjing merupakan aset yg sangat menguntungkan bagi orang-orang yg memiliki usaha dlm bidang bisnis ternak anjing, selain itu jg pd saat ni anjing merupakan sahabat dari manusia. Anjing adlh mamalia karnivora yg telah mengalami domestikasi dari srigala sejak tahun 15.000 tahun yg lalu / mungkin 100.000 tahun yg lalu berdasarkan bukti genetic fosil dan tes DNA.
Dari Rofi’ bin Khodij, beliau mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْحَجَّامِ وَكَسْبُ الْكَلْبِ وَثَمَنُ الْبَغِىِّ مَهْرُ الْكَسْبِ شَرُّ
Sejelek-jelek penghasilan adlh upah pelacur, hasil penjualan anjing dan penghasilan tukang bedah. (HR. Muslim)
Juga dari Rofi’ bin Khodij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَبِيثٌ الْحَجَّامِ وَكَسْبُ خَبِيثٌ الْبَغِىِّ وَمَهْرُ خَبِيثٌ الْكَلْبِ ثَمَنُ Hasil penjualan anjing adlh penghasilan yg buruk. Upah pelacur jg buruk. Begitu pula penghasilan tukang bedah adlh khobits (jelek). (HR. Muslim)
Syariat Islam melarang kita untk membunuh kucing / binatang lainnya yg tak mengganggu. Bila kita tak sudi untk memberinya makanan, maka hendaknya kita jg tak mengganggunya, apalagi menyiksa dan membunuhnya.
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِى هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ ، لاَ هِىَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا ، وَلاَ هِىَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ متفق عليه
Ada seorang wanita yg disiksa karena seekor kucing, wanita itu mengurung seekor kucing hingga mati, akibatnya wanita itupun masuk ke neraka. Tatkala wanita itu mengurung kucing, ia tak memberinya makan, tak jg memberinya minum, tak jg ia membiarkannya pergi mencari makanan sendiri dgn menangkap serangga. (Muttafaqun ‘alaih)
Sebaliknya, Islam menganjurkan umatnya untk berbuat baik kepada binatang-binatang yg tak mengganggu mereka,
بينما رجل يمشي بطريق، اشتد عليه العطش، فوجد بئرا فنزل فيها، فشرب، ثم خرج، فإذا كلب يلهث يأكل الثرى من العطش، فقال الرجل: لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ مني، فنزل البئر فملأ خفه ماء، ثم أمسكه بفيه حتى رقى، فسقى الكلب، فشكر الله له، فغفر له. قالوا: يا رسول الله، وإن لنا في هذه البهائم لأجرا؟ فقال: في كل كبد رطبة أجر. متفق عليه
Tatkala seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia ditimpa rasa haus yg amat sangat, kemudian ia mendapatkan sumur. Iapun segera turun ke dalamnya, dan minum airnya. Setelah merasa cukup, ia segera keluar. Sekeluarnya dari sumur, ia mendapatkan seekor anjing yg sedang menjulur-julurkan lidahnya sambil menjilati tanah karena kehausan. Menyaksikan pemandangan ini, orang tersebut berkata: Sungguh anjing ni sedang merasakan kehausan sebagaimana yg tadi aku rasakan, maka iapun bergegas turun kembali ke dlm sumur. Ia mengisikan air ke dlm sepatunya, lalu dgn mulutnya menggigit sepatunya itu hingga ia keluar dari sumur. Tanpa menunggu sejenakpun, ia meminumkan air itu ke anjing tersebut. Allah berterima kasih (menerima amalannya) dan mengampuninya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah (perlakuan) kita kepada binatang-binatang semacam ni akan mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Pada tiap makhluq yg berhati basah (masih hidup) terdapat pahala. (Muttafaqun ‘alaih)
Ini adlh salah satu bukti nyata bahwa agama Islam adlh agama pembawa kerahmatan bukan hanya untk pemeluknya saja, akan tetapi bagi alam semesta, termasuk binatang. Karena itu Islam mengharamkan atas umatnya untk membunuh binatang tanpa tujuan yg jelas dan dibenarkan.
لا تتخذوا شيئا فيه الروح غرضا. مسلم
Janganlah engkau jadikan makhluq bernyawa sebagai sasaran. (Riwayat Muslim)
Bila hal ni telah kita ketahui bersama maka jelaslah bahwa kita tak dibenarkan dgn sengaja menabrak kucing / lainnya.
Akan tetapi bila tak disengaja dan kita telah berusaha sebisa mungkin untk menghindari kucing yg melintas, dan ternyata tetap tertabrak juga, insya Allah tak apa-apa. Tidak ada kafarat (tebusan)nya, karena anda tak berbuat kesalahan.
Dan kucing termasuk binatang yg tak boleh diperjualbelikan. Karenanya, walaupun kucing yg anda tabrak adlh kucing piaraan seseorang, maka anda tak berkewajiban untk mengganti rugi / menebusnya.
Ada beberapa hadits yg menunjukkan larangan jual beli kucing. Di antaranya:
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ثمن الكلب والسنور
Rasulullah SHallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang harga dari Anjing dan Kucing. (HR. At Tirmidzi No. 1279, Abu Daud No. 3479, An Nasa’i No. 4668, Ibnu Majah No. 2161, Al-Hakim No. 2244, 2245, Ad Daruquthni No. 276, Al-Baihaqi, As Sunan Al-KubraNo. 10749, Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, 54/4. Abu Ya’la No. 2275)
Imam At Tirmidzi mengatakan, hadits ni idhthirab(guncang), dan tak shahih dlm hal menjual kucing. (Lihat Sunan At Ttirmidzi No. 1279) dan Imam An Nasa’i mengatakan hadits ini: munkar!(Lihat Sunan An Nasa’i No. 4668)
Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Mubarakfuri Rahimahullah mengatakan:
وقال الخطابي: وقد تكلم بعض العلماء في إسناد هذا الحديث. وزعم أنه غير ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم. وقال أبو عمر بن عبد البر: حديث بيع السنور لا يثبت رفعه. هذا آخر كلامه.
Berkata Al-Khathabi: sebagian ulama membicarakan isnad hadits ni dan mengira bahwa hadits ni tak tsabit (shahih) dari NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Berkata Abu Umar bin Abdil Bar: hadits tentang menjual kucing tak ada yg shahih marfu’. Inilah akhir ucapannya. (Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwadzi, 4/501. Cet. 2, 1383H-1963M. Maktabah As Salafiyah. Lihat jg Imam Abu Thayyib Syamsul Azhim Abadi, ‘Aunul Ma’bud, 9/271. Darul Kutub Al-‘Ilmiyah)
Berkata Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah:
وليس في السنور شيء صحيح وهو على أصل الإباحة وبالله التوفيق
Tidak ada yg shahih sedikit pun tentang kucing, dan dia menurut hukum asalnya adlh mubah (untuk dijual). (Imam Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 8/403. Muasasah Al-Qurthubah)
Pendhaifan yg dilakukan para imam di atas telah dikritik oleh Imam lainnya. Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
وَأَمَّا مَا ذَكَرَهُ الْخَطَّابِيّ وَأَبُو عَمْرو بْن عَبْد الْبَرّ مِنْ أَنَّ الْحَدِيث فِي النَّهْي عَنْهُ ضَعِيف فَلَيْسَ كَمَا قَالَا ، بَلْ الْحَدِيث صَحِيح رَوَاهُ مُسْلِم وَغَيْره . وَقَوْل اِبْن عَبْد الْبَرّ: إِنَّهُ لَمْ يَرْوِهِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر غَيْر حَمَّاد بْن سَلَمَة غَلَط مِنْهُ أَيْضًا ؛ لِأَنَّ مُسْلِمًا قَدْ رَوَاهُ فِي صَحِيحه كَمَا يُرْوَى مِنْ رِوَايَة مَعْقِل بْن عُبَيْد اللَّه عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ؛ فَهَذَانِ ثِقَتَانِ رَوَيَاهُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ، وَهُوَ ثِقَة أَيْضًا . وَاَللَّه أَعْلَم .
Ada pun apa yg dikatakan Al-Khathabi dan Ibnu Abdil Bar, bahwa hadits ni dhaif, tidaklah seperti yg dikatakan mereka berdua, bahkan hadits inishahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya. Sedangkan ucapan Ibnu Abdil Bar bahwa tak ada yg meriwayatkan hadits ni dari Abu Az Zubair selain Hammad bin Salamah saja, itu merupakan pernyataan yg salah darinya juga, karena Imam Muslim telah meriwayatkan dlm Shahihnya sebagaimana diriwayatkan dari riwayat Ma’qil bin Abaidillah dari Abu Az Zubair, dan keduanya adlh tsiqah, dan dua riwayat dari Az Zubair jg tsiqah . (Imam An Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/420. Mawqi’ Ruh Al-Islam. Lihat jg Imam Al-Mula ‘Ali Al-Qari, Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih, Mawqi’ Ruh Al-Islam.)
Berkata Syaikh Al-Mubarakfuri Rahimahullah:
لا شك أن الحديث صحيح فإن مسلما أخرجه في صحيحه كما ستعرف
Tidak ragu lagi, bahwa hadits ni adlh shahih karena Imam Muslim telah mengeluarkannya dlm kitab Shahihnya sebagaimana yg akan kau ketahui. (Tuhfah Al-Ahwadzi, 4/500)
Imam Al-Mundziri Rahimahullah mengatakan:
والحديث أخرجه البيهقي في السنن الكبرى من طريقين عن عيسى بن يونس وعن حفص بن غياث كلاهما عن الأعمش عن أبي سفيان عن جابر ثم قال: أخرجه أبو داود في السنن عن جماعة عن عيسى بن يونس . قال البيهقي: وهذا حديث صحيح على شرط مسلم دون البخاري .
Hadits ni dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dlm As Sunan Al-Kubra dari dua jalan, dari ‘Isa bin Yunus dan dari Hafsh bin Ghiyats, keduanya dari Al-A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir. Kemudian dia berkata: Abu Dua mengeluarkannya dlm As Sunan, dari Jamaah dari ‘Isa bin Yunus. Berkata Al-Baihaqi: Hadits ni shahih sesuai syarat Muslim tanpa Al-Bukhari. (Tuhfah Al-Ahwadzi , 4/500-501, ‘Aunul Ma’bud , 9/270)
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum jual-beli kucing. Dan ulama yg tak memperbolehkan jual-beli kucing secara mutlak mendasarkan kepada hadits riwayat Imam Muslim berikut ini:
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، قَالَ: سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ، فَقَالَ: زَجَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ --رواه مسلم
Dari Abi az-Zubair ra ia berkata, saya bertanya kepada Jabir ra tentang hasil penjualan anjing dan kucing. Lantas Zabir ra pun menjawab, bahwa Rasulullah melarang hal tersebut. (H.R.Muslim)
Hadits ni shahih. Dan, secara zhahir menunjukkan keharaman jual beli kucing, Imam An Nawawi menyebutkan:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَة وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِد وَجَابِر بْن زَيْد أَنَّهُ لَا يَجُوز بَيْعه ، وَاحْتَجُّوا بِالْحَدِيثِ
Dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, bahwa tak boleh menjual kucing. Mereka berhujjah dgn hadits ini. (Al Minhaj, 5/420)
Dalam Nailul Authar, Imam Asy Syaukani mengatakan:
وفيه دليل على تحريم بيع الهروبه قال أبو هريرة ومجاهد وجابر وابن زيد
Dalam hadits ni terdapat dalil haramnya menjual kucing, inilah pendapat Abu Hurairah, Jabir, dan Ibnu Zaid. (Nailul Authar, 5/145)
Nampak ada perbedaan dgn apa yg dikatakan Imam An Nawawi dan Imam Abu Thayyib yg menyebutkan Jabir bin Zaid (sebagai satu orang), sedangkan di sisi lain Imam Asy Syaukani dan Syaikh Al-Mubarakuri menyebut Jabir, lalu Ibnu Zaid, sebagai dua orang yg berbeda.
Perbedaan lain adlh tentang posisi Thawus. Beliau disebut oleh Imam An Nawawi (dalam Al-Minhaj) dan Imam Abu Thayyib (dalam ‘Aunul Ma’bud) termasuk yg mengharamkan, tetapi oleh Imam Asy Syaukani (dalam Nailul Authar) dan Syaikh Al-Mubarakfuri (Tuhfah Al-Ahwadzi)disebutkan bahwa Thawus membolehkan menjual kucing. Wallahu A’lam
Ada pun jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa menjual kucing adlh boleh, karena dhaifnya hadits tersebut. (Tuhfah Al-Ahwadzi, 4/500). Namun, yg benar adlh hadits tersebut adlh shahih sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya.
Tetapi, apakah makna pelarangan ini? Apakah bermakna haram? Demikianlah yg menjadi pandangan sebagian ulama. Tapi sebagian lain mengartikan bahwa larangan ni menunjukkan makruh saja, yaitu makruh tanzih (makruh yg mendekati kebolehan) sebab menjual kucing bukanlah perbuatan yg menunjukan akhlak baik dan muru’ah (citra diri). (Ibid)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan;
وَأَمَّا النَّهْي عَنْ ثَمَن السِّنَّوْر فَهُوَ مَحْمُول عَلَى أَنَّهُ لَا يَنْفَع ، أَوْ عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه حَتَّى يَعْتَاد النَّاس هِبَته وَإِعَارَته وَالسَّمَاحَة بِهِ كَمَا هُوَ الْغَالِب . فَإِنْ كَانَ مِمَّا يَنْفَع وَبَاعَهُ صَحَّ الْبَيْع ، وَكَانَ ثَمَنه حَلَالًا هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّة إِلَّا مَا حَكَى اِبْن الْمُنْذِر . وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَة وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِد وَجَابِر بْن زَيْد أَنَّهُ لَا يَجُوز بَيْعه ، وَاحْتَجُّوا بِالْحَدِيثِ . وَأَجَابَ الْجُمْهُور عَنْهُ بِأَنَّهُ مَحْمُول عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ ، فَهَذَا هُوَ الْجَوَاب الْمُعْتَمَد .
Ada pun tentang larangan mengambil harga kucing, hal itu dimungkinkan karena hal itu tak bermanfaat, / larangannya adlh tanzih, sehingga manusia terbiasa menjadikannya sebagai barang hibah saja, ada yg menelantarkannya, dan bermurah hati, sebagaimana yg biasa terjadi. Jika dia termasuk yg membawa manfaat maka menjualnya adlh penjualan yg sah dan harganya adlh halal. Inilah pendapat madzhab kami dan madzhab semua ulama kecuali apa yg diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir. Bahwa dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, mereka tak membolehkan menjualnya, mereka berhujjah dgn hadits tersebut. Jumhur menjawab bahwa hadits tersebut maknanya sebagaimana yg kami sebutkan, dan ni adlh jawaban yg dpt dijadikan pegangan. (Al Minhaj, 5/420. Mawqi’ Ruh Al-Islam)
Demikian. Jadi menurut mayoritas ulama, larangan itu bukan bermakna haram tetapi masalah kepantasan dan adab, sebab memang kucing bukan hewan yg biasa diperjualbelikan sebab keberadaannya yg mudah didapat, dan manusia pun biasanya bisa seenaknya saja memeliharanya / dia membiarkannya. Tetapi, bagi yg ingin berhati-hati dgn mengikuti pendapat yg mengharamkannya, tentu bukan pilihan yg salah. Perbedaan dlm hal ni sangat lapang, dan tak boleh ada sikap keras dlm mengingkari.
Namun, hadits riwayat Imam Muslim tersebut dipersoalkan oleh para ulama yg memperbolehkan jual-beli kucing. Dalam sebuah keterangan yg terdapat dlm kitab Asna al-Mathalib dikatakan bahwa yg dimaksud larangan (mengambil) hasil penjualan kucing sebagai terdapat dlm hadits tersebut adlh larangan terhadap kucing liar. Sebab, kucing liar itu tak memilik kemanfaatan untk menghibur dan selainnya. Atau bisa jg dikatakan bahwa larangan tersebut masuk kategori sebagai makruh tanzih, bukan makruh tahrim.
وَيَجُوزُ بَيْعُ الْهِرَّةِ الْأَهْلِيَّةِ وَالنَّهْيُ عن ثَمَنِ الْهِرَّةِ كَمَا في مُسْلِمٍ مُتَأَوَّلٌ أَيْ مَحْمُولٌ على الْوَحْشِيَّةِ إذْ لَيْسَ فِيهَا مَنْفَعَةُ اسْتِئْنَاسِ وَلَا غَيْرُهُ أو الْكَرَاهَةُ فيه
Dan boleh jual-beli kucing. Sedang larangan dari (mengambil) hasil penjualan kucing sebagaimana hadits yg terdapat dlm Shahih Muslim itu ditakwil artinya ditafsirkan bahwa yg dimaksud kucing tersebut adlh kucing liar. Karena tak ada manfaat penghibur dan selainnya. Atau yg yang dimaksud larangan itu adlh makruh tahzih (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, 2, h. 31)
Dengan mengacu kepada keterangan di atas, maka yg tak diperbolehkan adlh jual-beli kucing liar, sedang kucing rumahan / kucing yg dijadikan sebagai hewan hias seperti kucing anggora adlh boleh. Dari sini jg dpt dipahami bawa secara umum menjual hewan hias / peliharaan adlh boleh sepanjang mengandung kemanfaatan, tak najis, tak membahayakan dan tak ditemukan dalil yg melarangnya.
Wallohu A'lam Bisshowab
other source : http://twitter.com, http://wiyonggoputih.blogspot.com, http://wikipedia.org
0 Response to "Penjelasan Tentang Jual-Beli Kucing"
Posting Komentar